Posted by : Unknown
Rabu, 13 Agustus 2014
Kabupaten
Lumajang, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya
adalah Lumajang.
Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten
Probolinggo di utara, Kabupaten Jember di timur, Samudra Hindia di selatan,
serta Kabupaten
Malang di barat. Kota ini adalah Kota Pisang.
Sejarah
Dalam sejarahnya, kepercayaan terhadap gunung suci
yaitu Mahameru sangat mewarnai kehidupan masyarakat di wilayah ini, karena
masyarakat pemukim sangat menghormati gunung suci ini sebagai tempat para roh leluhur
dan juga bermukimnya para Dewa. Di Lumajang, untuk pertama kali ditemukan
Prasasti yang dibuat oleh raja Kameswara dari Kediri yang melakukan "Tirta
Yatra" atau perjalanan mencari air suci ke puncak gunung Semeru yang
dibuktikan dengan adanya "Prasasti Ranu Kumbolo" pada tahun 1182
Masehi.
Nama Lumajang berasal dari "Lamajang" yang
diketahui dari penelusuran sejarah, data prasasti, naskah-naskah kuno,
bukti-bukti petilasan dan hasil kajian pada beberapa seminar dalam rangka
menetapkan hari jadinya.Beberapa bukti peninggalan yang ada antara lain:
- Prasasti Mula Malurung
- Naskah Negara Kertagama
- Kitab Pararaton
- Kidung Harsa Wijaya
- Kitab Pujangga Manik
- Serat Babad Tanah Jawi
- Serat Kanda
Karena Prasasti Mula Manurung di nyatakan sebagai
prasasti tertua dan pernah menyebut-nyebut "Negara Lamajang" maka
dianggap sebagai titik tolak pertimbangan hari jadi Lumajang.
Prasasti Mula Manurung ini ditemukan pada tahun 1975
di Kediri. Prasasti ini ditemukan berangka tahun 1977 Saka, mempunyai 12
lempengan tembaga . Pada lempengan VII halaman a baris 1—3 prasasti Mula
Manurung menyebutkan "Sira Nararyya Sminingrat, pinralista juru
Lamajang pinasangaken jagat palaku, ngkaneng nagara Lamajang" yang
artinya: Beliau Nararyya Sminingrat (Wisnuwardhana) ditetapkan menjadi juru di
Lamajang diangkat menjadi pelindung dunia di Negara Lamajang tahun 1177 Saka
pada Prasasti tersebut setelah diadakan penelitian / penghitungan kalender kuno
maka ditemukan dalam tahun Jawa pada tanggal 14 Dulkaidah 1165 atau tanggal 15
Desember 1255 M.
Mengingat keberadaan Negara Lamajang sudah cukup
meyakinkan bahwa 1255M itu Lamajang sudah merupakan sebuah negara berpenduduk,
mempunyai wilayah, mempunyai raja (pemimpin) dan pemerintahan yang teratur,
maka ditetapkanlah tanggal 15 Desember 1255 M sebagai hari jadi Lumajang yang
dituangkan dalam Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Lumajang Nomor 414
Tahun 1990 tanggal 20 Oktober 1990
Lamajang Tigang Juru dan Arya Wiraraja
Dalam sejarahnya, wilayah ini sangat berhubungan
dengan tokoh bernama Arya Wiraraja yang kemudian menjadi raja besar di lamajang
Tigang Juru. Menurut Babad Pararaton, nama kecilnya adalah Banyak Wide, yang
secara etimologis yaitu, "Banyak" adalah biasanya adalah nama yang
disandang kaum Brahmana, sedangkan "Wide" yang berarti
"Widya" yang berarti pengetahuan. jadi nama banyak wide sendiri
berarti brahmana yang punya banyak pengatahuan atau cerdik. Hal ini kemudian
sesuai dengan perjalanan karirnya kemudian. Tentang kelahiran Banyak wide,
Babad Pararaton menyebutkan, beberapa keterangan yang peting. "Hana ta
wongira, babatanganira buyuting Nangka, aran Banyak Wide, sinungan pasenggahan
Arya Wiraraja, arupa tan kandel denira, dinohaken, kinon Adipati ing Songenep,
anger ing Madura wetan", yang artinya: "Ada seorang hambanya
(Kertanegara) merupakan keturunan tetua di Nangka bernama Banyak Wide yang
kemudian bergelar Arya Wiraraja dan dijauhkan menjadi adipati Sumenep, Madura
wetan". Dari keterangan ini, kita dapat menilai bahwa ia dilahirkan di
desa Nangka, namun daerah mana kita belum mengetahui dengan jelas. Ada 3 versi
tentang kelahiran Arya Wiraraja yang kita kenal. Pertama, versi dari penulis
Sumenep bahwa ia dilahirkan di desa Karang Nangkan Kecamatan Ruberu Kabupaten
sumenep. Kedua, versi tradisional Bali dimana menurut Babad Manik Angkeran, ia
dilahirkan di Desa Besakih Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali.
Ketiga, menurut Mansur hidayat, seoarang penulis sejarah Luamajang bahwa ia
dilahirkan di dusun Nangkaan, Desa Ranu Pakis, Kecamatan Klakah Kabupaten
Lumajang. Hal ini berdasarkan analisanya dimana Pararaton tentang pemindahan
Arya Wiraraja ke Sumenep dalam rangka "dinohken" yang berarti
"dijauhkan", sehingga ia dimungkin bukan berasal dari Madura. Nah,
kelahiran Arya Wiraraja dimungiinkan di wilayah Lumajang karena pemindahan
kerajaan dari sumenep ke Lamajang pada tahun 1292-1294 Masehi dimungkinkan
sebagai seoarang politisi ulung, ia sudah mengenal betul daerah Lamajang.
Demikian pun di sekitar Dusun Nangkaan ini terdapat sebuah situs besar yang
pernah di gali tim Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2007 dimana situs ini
dimungkinkan adalah pemukiman dengan komplek peribadatannya. Tentang
kelahirannya tokoh ini diperkirakan lahir pada tahun 1232 Masehi karena dalam
babad Pararaton menyatakan ia ketika mterjadi ekpedisi Pamalayu, ia berusia
sekitar 43 tahun dan menjadi Adipati Sumenep di usia 37 tahun. Dalam perjalanan
politik selanjutnya, nama Banyak wide atau arya wiraraja lebih mencuat dalam
sejarah politik di kerajaan Singhasari
Prasasti Kudadu menyebutkan bahwa ketika Raden Wijaya
melarikan diri bersama 12 pengawal setianya ke Madura, Adipati Arya Wiraraja
memberikan bantuan kemudian melakukan kesepakatan "pembagian tanah Jawa
menjadi dua" yang sama besar yang kemudian di sebut "Perjanjian
Sumenep". Setelah itu Adipati Arya wiraraja memberi bantuan besar-besar
kepada Raden Wijaya termasuk mengusahakan pengampunan politik terhadap Prabu
Jayakatwang di Kediri dan pembukaan "hutan Terik' menjadi sebuah desa
bernama Majapahit. Dalam pembukaan desa Majapahit ini sungguh besar jasa
Adipati Arya Wiraraja dan pasukan Madura. Raden wijaya sendiri datang di desa
Majapahit setelah padi-padi sudah menguning.
Kira-kira 10 bulan setelah pendirian desa Majapahit
ini, kemudian datanglah pasukan besar Mongol Tar Tar pimpinan Jendral Shih Pi
yang mendarat di pelabuhan Tuban. Adipati Arya Wiraraja kemudian menasehati
raden wijaya untuk mengirim utusan dan bekerja sama dengan pasukan besar ini
dan menawarkan bantuan dengan iming-iming harta rampasan perang dan putri-putri
Jawa yang cantik. Setelah dicapai kesepakatan maka diseranglah Prabu
Jayakatwang di Kediri yang kemudian dapat ditaklukkan dalam waktu yang kurang
dari sebulan. Setelah kekalahan Kediri, Jendral Shih Pi meminta janji
putri-putri Jawa tersebut dan kemudian sekali lagi dengan kecerdikan Adipati
Arya Wiraraja utusan Mongol dibawah pimpinan Jendral Kau Tsing menjemput para
putri tersebut di desa Majapahit tanpa membawa senjata. Hal ini dikarenakan
permintaan Arya wiraraja dan Raden Wijaya untuk para penjemputri putri Jawa
tersebut untuk meletakkan senjata dikarenakan permohonan para putri yang
dijanjikan yang masih trauma dengan senjata dan peperangan yang sering kali
terjadi. Setelah pasukan Mongol Tar Tar masuk desa majapahit tanpa senjata, tiba-tiba
gerbang desa ditutup dan pasukan Ronggolawe maupun Mpu Sora bertugas
membantainya. Hal ini diikuti oleh pengusiran pasukan Mongol Tar Tar baik di
pelabuhan Ujung Galuh (Surabya) maupun di Kediri oleh pasukan Madura dan laskar
Majapahit. Dalam catatan sejarah, kekalahan pasukan Mongol Tar Tar ini
merupakan kekalahan yang paling memalukan karena pasukan besar ini harus lari
tercerai berai.
Setahun setelah pengusiran pasukan Mongol Tar Tar,
menurut Kidung Harsawijaya, sesuai dengan "Perjanjian Sumenep"
tepatnya pada 10 Nopember 1293 Masehi, Raden Wijaya diangkat menjadi raja
Majapahit yang wilayahnya meliputi wilayah-wilaah Malang (bekas kerajaan
Singosari), Pasuruan, dan wilayah-wilayah di bagian barat sedangkan di wilayah
timur berdiri kerajaan Lamajang Tigang Juru yang dipimpin oleh Arya Wiraraja
yang kemudian dalam dongeng rakyat Lumajang disebut sebagai Prabu Menak Koncar
I. Kerajaan Lamajang Tigang Juru ini sendiri menguasai wilayah seperti Madura,
Lamajang, Patukangan atau Panarukan dan Blambangan. Dari pembagian bekas
kerajaan Singosari ini kemudian kita mengenal adanya 2 budaya yang berbeda di
Provinsi Jawa Timur, dimana bekas kerajaan Majapahit dikenal mempunyai budaya
Mataraman, sedang bekas wilayah kerajaan Lamajang Tigang Juru dikenal dengan
"budaya Pendalungan (campuran Jawa dan Madura)" yang berada di
kawasan Tapal Kuda sekarang ini. Prabu Menak Koncar I (Arya Wiraraja)ini
berkuasa dari tahun 1293- 1316 Masehi. Sepeninggal Prabu Menak Koncar I (Arya
Wiraraja), salah seorang penerusnya yaiti Mpu Nambi diserang oleh Majapahit
yang menyebabkan Lamajang Tigang Juru jatuh dan gugurnya Mpu Nambi yang juga
merupakan patih di Majapahit. Babad Pararaton menceritakan kejatuhan Lamajang
pada tahun saka "Naganahut-wulan" (Naga mengigit bulan) dan dalam
Babad Negara Kertagama disebutkan tahun "Muktigunapaksarupa" yang
keduanya menujukkan angka tahun 1238 Saka atau 1316 Masehi. Jatuhnya Lamajang
ini kemudian membuat kota-kota pelabuhannya seperti Sadeng dan Patukangan
melakukan perlawanan yang kemudian dikenal sebagai "Pasadeng" atau
perang sadeng dan ketha pada tahun 1331 masehi.
Ketika Hayam Wuruk melakukan perjalanan keliling
daerah Lamajang pada tahun 1359 Masehi tidak berani singgah di bekas ibu kota
Arnon (Situs Biting). Malah perlawanan daerah timur kembali bergolak ketika
adanya perpecahan Majapahit menjadi barat dan timur dengan adanya "Perang
Paregreg" pada tahun 1401-1406 Masehi. Perlawanan masyarakat Lamajang
kembali bergolak ketika Babad Tanah Jawi menceritakan Sultan Agung merebut benteng
Renong (dalam hal ini Arnon atau Kutorenon) melalui Tumenggung Sura Tani
sekitar tahun 1617 Masehi. Kemudian ketika anak-anak Untung Suropati terdesak
dari Pasuruan, sekali perlawanan dialihkan dari kawasan Arnon atau Situs Biting
Lumajang.
Sejak tahun 1928 Lumajang telah dipimpin oleh sejumlah
bupati. Bupati-bupati yang pernah dan sedang memimpin Lumajang antara lain:
- KRY Kertodirejo (1928—1941)
- R. Abu Bakar (1941—1948)
- R. Sastrodikoro (1948—1959)
- R. Sukardjono (1959—1966)
- RN.G. Subowo (1966—1973)
- Suwandi (1973—1983)
- Karsid (1983—1988)]
- H.M. Samsi Ridwan (1988—1993)
- Tarmin Hariyadi (1993—1998)
- Drs. Achmad Fauzi (1998—2008)
- Dr. H. Sjahrazad Masdar, MA (2008—2013)
Satu catatan, ternyata nama besar Arya Wiraraja dan
Maha Patih Nambi tidak pernah di munculkan di Kabaupaten Lumajang. Sampai
sekarang, belum ada nama Arya Wiraraja dan Maha Patih Nambi sebagai nama jalan
dan nama gedung di kota ini
Situs Biting (Bekas ibu kota Arya Wiraraja)
______________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Kabupaten Lumajang dikenal mempunyai banyak
peninggalan bersejarah yang luar biasa banyak, dimana hampir semua wilayah
Kecamatan mempunyai situs-situs yang bersejarah misalnya di Situs Biting, Situs
Pra Sejarah di Kandangan (Kecamatan Senduro), Situs Watu Lumpang di Dusun Watu
Lumpang, Kecamatan Gucialit, Candi Agung di Kecamatan Randu Agung, Situs Tegal
Randu di Kecamatan Klakah, Situs Candi Gedong Putri di desa Klopo Sawit
Kecamatan Candi Puro. Situs-situs ini sampai sekarang masih berserakan dan
meminta perhartian lebih intens karena ancaman alaman dan ulah tangan manusia.
Situs Biting adalah sebuah situs arkeologis yang
terletak di desa Kutorenon, kecamatan Sukodono, Lumajang, provinsi Jawa Timur.
Situs ini diperkirakan merupakan peninggalan dari kerajaan Lamajang dan
tersebar di atas kawasan seluas sekitar 135 hektaree. Bangunan yang paling
mengesankan adalah bekas tembok benteng dengan dengan panjang 10 kilometer,
lebar 6 meter dan tinggi 10 meter. Kawasan Situs Biting adalah sebuah kawasan
ibu kota kerajaan Lamajang Tigang Juru yang dipimpin Prabu Arya Wiraraja yang
dikelilingi oleh benteng pertahanan dengan tebal 6 meter, tinggi 10 meter dan
panjang 10 km. Hasil penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta tahun 1982-1991,
Kawasan Situs Biting memiliki luas 135 hektare yang mencakup 6 blok/area
merupakan blok keraton seluas 76,5 ha, blok Jeding 5 ha, blok Biting 10,5 ha,
blok Randu 14,2 ha, blok Salak 16 ha, dan blok Duren 12,8 ha. Dalam Babad
Negara Kertagama, kawasan ini disebut Arnon dan dalam perkembangan pada abad
ke-17 disebut Renong dan dewasa ini masuk dalam desa Kutorenon yang dalam
cerita rakyat identik dengan "Ketonon" atau terbakar. Nama Biting sendiri
merujuk pada kosa kata Madura bernama "Benteng" karena daerah ini
memang dikelilingi oleh benteng yang kokoh Pada tahun 1995 di Kawasan Situs
Biting mulai dibangun Perumnas Biting yang tentu saja banyak merusak
peninggalan Sejarah (Situs) yang ada. Namun anehnya pihak-pihak terkait yaitu
Balai Pelstarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur yang merupakan lembaga
penyelamat seolah diam melihat perusakan ini sehingga lebih kurang 15 Hektar
kawasan ini rusak oleh pembangunan ini. Advokasi Pelestarian oleh Masyarakat
Peduli Peninggalan Majapahit Timur (MPPM Timur) Pada tahun 2010 berdasarkan
lahir sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat bernama Masyarakat Peduli Peninggalan
Majapahit Timur (MPPM Timur) melakukan advokasi pelestarian Situs Biting.
Setelah itu juga Komunitas Mahasiswa Peduli Lumajang (KMPL) bergerak dalam
advokasi ini dan kemudian juga elemen masyarakat lokal Biting juga mulai sadar
akan peninggalan sejarah yang ada di wilayahnya. Advokasi yang dilakukan oleh
para pelestari Situs Biting telah melahirkan berbagai event seperti Napak Tilas
yang telah digelar selama 2 kali berturut-turut, lomba lukis benteng maupun
seminar Nasional. Untuk acara Napak Tilas kemudian menjadi agenda resmi
Pariwisata Jawa Timur dari Kabupaten Lumajang yang akan diadakan setiap bulan
juni. Pelestarian Situs Biting di Lumajang Jawa Timur merupakan contoh bagi
para pecinta dan pelestari sejarah dimana LSM, mahasiswa maupun masyarakat
telah bahu-membahu melakukan sosialisasi maupun advokasi terhadap peninggalan
sejarah.
MENANG BERAPAPUN, PASTI KAMI BAYAR !!! *
BalasHapus* Melayani LiveChat 7 x 24 Jam Nonstop :
- WA : 08125522303
- BBM : CSID303
Join Sabung Ayam Online
Agen Sbobet Bolatangkas
http://www.ayambakar.me/
Situs Poker Online Uang Asli